KPK Akui Sempat Terkendala Supervisi Kasus Jaksa Pinangki

Terdakwa Pinangki Sirna Malasari. (Sumber : Kumparan.com)

GrafikaNews.com - KPK mengakui sempat terkendala dalam supervisi kasus dugaan suap Jaksa Pinangki yang ditangani Kejaksaan Agung. Kendala itu terkait pelaksanaan teknis supervisi lantaran Peraturan Presiden mengenai hal itu belum ada.

KPK memang sempat melayangkan surat supervisi kepada Kejagung pada 4 September 2020 lalu. Namun, saat itu, kewenangan supervisi baru berdasarkan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, dan belum ada aturan teknisnya.

Kini, Perpres Supervisi sudah terbit. KPK pun berharap pelaksanaan supervisi bisa lebih optimal.

"Kita memang sudah mensupervisi perkara tersebut, hanya kemarin teknisnya terkendala karena belum adanya perpres, nah sekarang kita tinggal mengoptimalkannya," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada wartawan, dilansir Kumparan.com, Kamis (29/10).

Nawawi berharap dengan adanya Perpres tersebut aparat penegak hukum lain bisa lebih bekerja sama dengan KPK dalam kasus yang disupervisi.

"Makanya saya katakan, dengan adanya perpres ini maka tidak ada alasan lagi bagi semua pihak untuk tidak menghargai penetapan supervisi tersebut," ungkapnya.


Diketahui, di kasus Jaksa Pinangki, ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Jaksa Pinangki sendiri, Djoko Tjandra, dan mantan politikus Andi Irfan Jaya.

Untuk Jaksa Pinangki, saat ini sudah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Agendanya, memasuki pemeriksaan saksi. Sementara untuk Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya, berkasnya sudah dilimpahkan ke pengadilan dan menunggu jadwal sidang.

Meski sudah masuk ke pengadilan, supervisi tetap bisa dilakukan. Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, sebelumnya mengatakan lembaga antirasuah masih bisa mengambilalih kasus tersebut di proses penuntutan.

Sebab, hal tersebut masih dimungkinkan sesuai dengan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.

"Bisa (ambil alih), karena pasal 10A disebutkan bisa juga dalam tahap penuntutan," kata Ali saat dihubungi, Rabu (16/9).

Adapun pasal yang dimaksud tersebut ada dalam Pasal 10A ayat (1), berikut bunyinya:

(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.

Kasus Jaksa Pinangki

Jaksa Pinangki diduga menerima suap dari Djoko Tjandra melalui Andi Irfan Jaya. Suap diberikan untuk pengurusan Fatwa di Mahkamah Agung (MA) agar Djoko Tjandra tak bisa dieksekusi jaksa. Eksekusi yang dimaksud yakni putusan PK 2009 yang menghukum terpidana kasus cessie Bank Bali itu 2 tahun penjara.

Suap yang diberikan oleh Djoko Tjandra sebesar USD 500 ribu, dari total commitment fee USD 1 juta. Sebanyak USD 50 ribu atau setara Rp 742 juta diberikan kepada bekas pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking.

Jaksa Pinangki juga didakwa dua dakwaan lainnya. Yakni pencucian uang sebesar USD 444.900 diduga dari hasil suap dan juga pemufakatan jahat. (*)