MATARAM, Grafikanews.com — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Nusa Tenggara Barat menggelar kegiatan webinar Guru Pelopor Moderasi Beragama di Sekolah, Rabu (18/8).
Kegiatan webinar ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman tentang bahaya radikalisme dan peran guru dalam menangkal radikalisme di kalangan siswa didik. Kegiatan yang melibatkan kalangan guru ini juga menjelaskan teknis lomba Guru Pelopor Moderasi Beragama di Sekolah.
Webinar kali ini menghadirkan narasumber Kasi Kerjasama Amerika BNPT, Letkol CZi Yaenurendra HAP, ST, MMgt; Ketua Umum MUI NTB Prof. H. Saiful Muslim MM; Dosen FIP Universitas Muhammadiyah Jakarta & National Counsultant UNODC, Sholehuddin MPd dan moderator Sadawi SAg peneliti Inisiatif Kebudayaan Indonesia.
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kasi Kerjasama Amerika BNPT, Letkol CZi Yaenurendra HAP mengatakan, radikalisme dan terorisme merupakan ancaman nyata dari negara.
"Pelaku terorisme kerap membaur dalam kehidupan di tengah masyarakat, karena itu kita dituntut menjaga kewaspadaan dan keselamatan negara dari paham radikalisme dan terorisme," ujarnya.
Dikatakannya, paham radikalisme dan terorisme terjadi karena idiologi yang mengalami distorsi, idiologi yang menyimpang dengan menipulasi agama. Radikalisme dan terorisme menjadi musuh agama dan negara. Tindakannya, perbuatan sikap dan perilakunya bertentatangan dengan prinsip-prinsip agama yang penuh kedamaian.
Ketua FKPT NTB, Dr Drs H Lalu Syafi’i, MM dalam sambutannya mengatakan, kendati daerah ini masih dilanda pandemi covid 19, namun FKPT NTB tetap eksis melaksanakan kegiatannya. Diantara kegiatan dilakukan FKPT NTB adalah melakukan komunikasi dan koordinasi sesuai tugas yang diembannya, yaitu melakukan koordinasi dengan Forkopimda NTB dan BIN dalam rangka deteksi dini pencegahan radikalisme dan terorisme di masa mendatang.
Lalu Syafi’i menyambut baik terlaksananya kegiatan webinar moderasi beragama. Ia berharap kegiatan ini dapat memberikan kontribusi dalam menciptakan situasi kondisi kondusif di NTB.
Ia mengajak kalangan guru untuk meningkatkan keseriusan dalam keikutsertaan penanganan radikalisme dan terorisme. Ancaman terorisme disebutnya terus mengalami perkembangan.
Kesadaran untuk menanggulangi terorisme merupakan tanggung jawab bersama, tak terkecuali kalangan tenaga pendidik. Dibutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah dan masyarakat, agar permasalahan terorisme bisa diatasi dengan baik.
Ketua MUI NTB, Prof Syaiful Muslim saat menyampaikan materi “Pencegahan Terorisme Berbasis Pemahaman Agama dan Budaya’’ menyebutkan langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam pencegahan paham radikalisme, yaitu menyampaikan dakwah kepada umat dengan mengembangkan Islam Wasathiyah dan moderasi beragama.
Islam Wasathiyah menurut MUI adalah ajaran Islam sebagai rahmatanlil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta.
Dijelaskannya, Islam Wasathiyah adalah ‘Islam Tengah’ untuk terwujudnya umat terbaik. Ciri-ciri Islam Wasathiyah yaitu Tasawassuh ( mengambil jalan tengah), Tawasun (Berkeseimbangan), I’tidal ( lurus dan tegas), Tasamuh (toleransi), Musawah (egaliter), Syura (musyawarah), Islah (reformasi), Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), Tathawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif), Tahadhdhur (berkeadaban).
‘’Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya,’’ tandasnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan moderasi beragama yaitu bagaimana agama disikapi dan dipahami pada tataran esensi serta substansinya. Sebab, semua agama itu mengajarkan ajaran yang moderat. Tidak ada agama yang mengajarkan pada ummat untuk bertindak ekstrim atau di luar batas.
‘’Moderasi Beragama sangat penting dijadikan framing dalam mengelola kehidupan beragama pada masyarakat Indonesia yang plural dan multicultural. Terlebih seiring perkembangan teknologi informasi, di zaman serba instan seperti sekarang , sangat dimungkinkan meluasnya kompleksitas masyarakat dalam beragama,’’ katanya.
Untuk itu, Syaiful Muslim mengajak untuk bersama menjaga keutuhan bangsa yang beragam suku, bangsa, adat istiadat dan agama dengan cara memberikan pemahaman tentang kebangsaan, NKRI, Pancasila dan UUD 45. Serta harus terus menjaga kerukunan umat beragama di antara seluruh umat agama di Indonesia sehingga tercapai masyarakat yang adil dan makmur.
“Kita juga harus terus menerus menyampaikan melalui pendidikan sehingga peserta didik dapat memahami akar masalah radikal teroris yang jelas dan disampaikan oleh guru-guru yang berkompeten,’’ sebutnya.
Sementara itu Yaenurendra didaulat sebagai pembicara menyampaikan materi tentang “Kebijakan dan Strategi Pencegahan Terorisme di Lembaga Pendidikan”.
Ia menjelaskan ciri-ciri seseorang yang terpapar radikalisme dan terorisme adalah intoleran, eksklusif dan tertutup. Mereka sering mengklaim kebenaran tunggal dan menghalalkan segala cara. Ciri lainnya kelompok radikal dan teroris adalah anti Pancasila dan anti NKRI menganggap demokrasi sebagai ancaman.
Adapun pola penyebaran radikalisme dan terorisme biasanya dilakukan tidak langsung, yakni proses penyebaran paham yang menggunakan media perantara seperti medsos, media cetak dan elektronik. Sedangkan penyebaran tidak langsung menggunakan tatap muka seperti pertemuan tatap muka seperti pertemuan tertutup, kajian, hubungan guru dan murid, pertemanan hubungan kekeluargaan dan hubungan lawan jenis.
Lebih lanjut Yaenurendra mengungkapkan langkah yang dilakukan untuk menanggulangi radikalisme yaitu hard approach penegakan hukum, yaitu pendekatan yang menekankan pada penjaminan dan penegakan yang dilakukan oleh Polri dan TNI.
Sedangkan soft approach yaitu pendekatan yang komprehensif, persuasive dan penuh kelembuatan kasih sayang dalam penyelesaian masalah atau konflik. Pendekatan ini dibagi menjadi tiga yaitu pencegahan, penangkalan dan deradikalisasi.
‘’Ini dilakukan oleh semua komponen masyarakat termasuk para guru dan orangtua,’’ tandasnya.
Sedangkan Sholehuddin MPd membahas tentang cara “Menjadi Guru Pelopor Moderasi Beragama di Sekolah”. Ia menjelaskan tujuan moderasi beragama yaitu untuk mengajak kelompok ekstrem dalam mengajarkan agama, serta untuk kembali pada esensi agama yaitu memanusiakan manusia.
Kemudian Sholehuddin menjelaskan arti moderasi beragama atau moderasi agama. Menurutnya moderasi beragama tidak sama dengan moderasi agama.
‘’Agama tidak perlu dimoderasi karena agama sudah mengajarkan prinsip moderasi, yaitu keadilan dan keseimbangan. Jadi bukan agama yang harus dimoderasi, melainkan cara penganut atau umat beragama dalam menjalankan ajaran agamanya. Jadi yang benar adalah moderasi beragama,’’ ulasnya.
Dikatakannya, moderasi adalah jalan tengah. Moderasi juga berarti sesuatu yang terbaik. Sesuatu yang ada di tengah biasanya berada diantara dua hal yang buruk. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih lebihan dalam menjalan agamanya. “Moderasi beragama yaitu cara beragama dengan jalan tengah sesuai pengertian moderasi tadi,’’ katanya. (Red)
Cek Validitas Izin Tinggal WNA, Kemenkum...
Jaga Kualitas Layanan Tetap Optimal, Kem...
Lakukan Monev, Kemenkumham NTB Pastikan ...