Mengenang Pidato Bung Karno saat Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW

Pidato Bung Karno Kala Memperingati Maulid Nabi Muhammad. (Sumber : merdeka.com)

GrafikaNews.com - Setiap bulan Rabiul Awal pada tahun Hijriah, umat Islam akan memperingati Maulid Nabi, yang jatuh tiap 12 Rabiul Awal. Maulid Nabi merupakan peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW.

Tahun 2020 ini, Maulid Nabi jatuh pada tanggal 29 Oktober 2020, hari Kamis. Nabi Muhammad SAW sebagai rasul terakhir, lahir dari ibu bernama Aminah dan ayah, Abdullah.

Sebagai negara mayoritas muslim, Maulid Nabi sudah sejak dulu diperingati di Indonesia. Saat Presiden Soekarno berkuasa, dia pernah menyampaikan pidato memperingati Maulid Nabi yang begitu menyentuh hati.

Penasaran seperti apa pidatonya? Melansir dari artikel merdeka.com, Senin (26/10). Simak informasinya berikut ini.

Orang-orang Besar dalam Sejarah Umat Manusia

Umat Islam memperingati Maulid Nabi untuk mengenang perjuangan Rasulullah SAW dalam membawa ajaran Tuhan semesta alam, Allah SWT. Dalam pidatonya, Soekarno mengingatkan perihal keberadaan pemimpin besar di setiap masanya.


"Tadi tidak ada satu bangsa yang besar, yang tidak mempunyai orang besar. Seluruh sejarah manusia. Coba saudara, petani, sejarah manusia itu. Kurun ribuan tahun sebelum kita, sampai sekarang. Di perjalanan umat sejarah manusia, kita menjumpai orang-orang besar," kata Soekarno seperti dikutip dari channel YouTube Rumah Kebangsaan Pancasila.

Islam Sebagai Agama yang Mudah Diterima Akal Pikiran

Bung Karno menyatakan, agama Islam sangat mudah diterima oleh akal manusia.

"Islam adalah agama yang menuju kepada otak. Islam adalah agama yang menuju hati dari otak. Segala ajaran Islam bisa diterima oleh hati kita dan bisa diterima oleh otak," papar Soekarno dengan khas lantangnya, sesekali mengangkat tangannya simbol semangat.

"Di dalam sejarah umat manusia,selalu. Saudara-saudara manusia itu ada yang mimpin, rasul-rasul. Pasti selalu ada perantara antara ajaran. Masuk akal bila kita percaya ada rasul-rasul. Padahal kita tidak pernah melihat Muhammad. Enggak pernah kita melihat Musa. Enggak pernah kita melihat Sulaiman. Enggak pernah melihat Isa," imbuhnya.

Makna Maulid Nabi

Bagi Soekarno memperingati Maulid Nabi bukan hanya merayakan hari lahir Rasullah SAW semata. Melainkan ajaran yang dibawanya, perjuangan yang dilaluinya di masa lalu.

"Kita sekarang ini merayakan Maulud, Maulud Nabi. Apa sebenarnya yang kita rayakan? Bukan sekadar Muhammad-nya. Bukan sekadar dia itu dulu Nabi, tidak. Yang kita rayakan sebenarnya ialah ajaran, konsepsi, agama yang ia berikan kepada umat," ucap Soekarno begitu menggebu-gebu.

"Oleh karena itu kita berkata, jikalau benar-benar engkau cinta Muhammad. Jikalau engkau benar-benar merayakan Maulud Muhammad bin Abdullah, jikalau engkau benar-benar merayakan. Kerjakanlah apa yang ia perintahkan, kerjakanlah apa yang agama ia bawa," tegasnya.

Menyelaraskan Agama dan Bangsa

Dengan suara lantang, Soekarno membangkitkan semangat rakyat dan tamu yang hadir kala itu. Suaranya menggelora, mengajak menyelaraskan antara ajaran Islam dengan dasar kenegaraan. Hal ini demi mencapai kemenangan bersama.

"Saudara-saudara, mari berjalan terus. Berjalan terus di atas dasar-dasar kenegaraan kita. Berjalan terus sebagai umat Islam, di atas dasar-dasar ajaran agama Islam. Berjalan terus dan memang telah dijanjikan oleh Tuhan, janji lho, janji, janji oleh Tuhan pada kita," ujar Soekarno membangkitkan semangat.

"Jikalau kita berjuang benar-benar di atas dasar agama, kita akan menang," jelasnya.

Siap dengan Getirnya Hidup

Soekarno menyatakan, setiap manusia harus siap dihantam dengan getirnya kehidupan, bila ingin sukses.

"Kita ingin menjadi satu bangsa yang seperti tiap hari digembleng oleh keadaan. Digembleng hampir hancur lebur, bangun kembali. Hanya dengan jalan demikianlah kita bisa menjadi satu bangsa yang benar-benar bangsa otot kawat balung wesi. Ora tedas tapak paluning pandhe (kebal senjata tajam)," kata Soekarno begitu antusias.

Serta menghargai dan mensyukuri segala cobaan hidup. Supaya menjadi pribadi Islam yang kuat.

"Apalagi? Ora tedas sisaning gurindo (tidak takut ancaman). Hanya jikalau kita mengerti dialektik daripada perjuangan. Jikalau engkau umat Islam yang sejati, engkau harus senang, senang, senang selalu digembleng. Senang karena selalu up and down," tambahnya. (*)