Indonesia Membutuhkan Kewaspadaan dan Literasi Informasi

TALK SHOW: Ngopi Coi menghadirkan tiga pembicara yaitu Direktur Pencegahan BNPT RI, Khairul Ahmad Nur Wahid SE MM; Ketua Dewan Pers 2016-2019 Yosep Adi Prasetyo; Kabid Media Massa, Hukum dan Humas FKPT NTB, Tony Edy Wibowo.

GrafikaNews.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar mengatakan saat ini Indonesia membutuhkan kewaspadaan dan literasi informasi sampai ke desa dengan melibatkan aparatur desa. Sinerginitas dalam membangun negeri  dalam pencegahan terorisme  membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.

"Oleh karena itu ketahanan informasi NTB perlu terus diperkuat. Terorisme kerap dilakukan oleh pelaku tunggal bukan bagian dari organisasi akibat masifnya informasi sesat yang menggunakan isu agama dan lainnya," ujar Boy  Rafli Amar dalam kegiatan penguatan literasi informasi bagi aparat desa bertajuk 'Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia' (Ngopi Coi) di Hotel Jayakarta, Kamis (12/11). 

Menurut Boy, dengan adanya  kegiatan  yang melibatkan aparatur  desa  dan kelurahan yang paling dekat dengan masyarakat, diharapkan dapat mengedukasi masyarakat untuk terhindar dari pemahaman radikalisme.

''Kami dari BNPT dan FKPT mengajak semua elemen  masyarakat terutama aparatur kelurahan dan desa yang paling dekat dengan masyrakat baik didunia nyata maupun dunia maya,'' tandasnya.

Dikatakannya, media sosial merupakan  salah satu tempat  yang paling rentang untuk menyebarkan paham radikalisme  untuk membangun propaganda terhadap negara. Inilah yang harus kita waspadai terhadap informasi yang tersebar luas di dunia maya yang sebagian hoax serta tidak sesuai dengan falsafah bangsa.

Dijelaskannya, karakteristik radikalisme selama ini kerap mengangkat isu agama selain propaganda organisasi seperti ISIS yang tetap merebak. Selain itu gerakan radikalisme dari mereka yang terpapar konflik Suriah terus diidentifikasi. Tercatat ada 1200 orang Indonesia yang pernah di Suriah dan kembali ke Indonesia terus dilakukan program deradikalisasi. 


Sasaran radikalisme yakni pemuda dan pesantren saat ini, ujar Boy membutuhkan peran semua pihak. Masyarakat desa sebagai konsumen informasi harus terus diberikan pemahaman tentang propaganda radikalisme yang didapat melalui media sosial maupun muatan informasi dari tokoh pesantren tertentu.

"Selain nilai agama, cinta tanah air juga harus  dirawat", tegas Boy. 

Wakil Gubernur NTB Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalillah yang hadir memberikan sambutan menjelaskan, penguatan literasi sebagai ketahanan informasi bagi aparatur desa sangat penting dan strategis. Wagub menyinggung maraknya propaganda radikalisme, dimana informasi yang keliru kerap menyesatkan masyarakat. Selain itu, pemahaman yang tidak utuh tentang agama, berbangsa dan isu lain yang mengancam keutuhan haruslah disikapi dengan humanis.  

"Karena kesadaran mereka yang terpapar harus datang dari diri mereka sendiri. Di tengah ribuan perbedaan NTB, informasi yang utuh bisa mengubah perilaku radikalisme," kata Wagub NTB.

Ummi Rohmi sapaan akrab Wagub NTB menjelaskan, saat ini propaganda radikalisme sudah mulai menyasar hingga ke desa-desa. Informasi menyesatkan ini disebar melalui platform media sosial, dan telah ditengarai mampu mengancam cara pandang berbangsa dan bernegara. 

“Ini yang perlu kita waspadai, sehingga terus mengedukasi masyarakat harus terus dilakukan,” ujarnya.

Beberapa program pencegahan dan deradikalisasi di NTB dinilai Ketua Forum Komunikasi Pencegahan  Terorisme (FKPT) NTB, Dr HL Syafi'i MM berjalan dengan baik. Selain peta daerah rawan radikalisme seperti di Dompu, Bima dan kota Bima, tahun depan akan mulai melakukan program yang sama di kabupaten Sumbawa Barat dan Lombok Timur. Selain edukasi ada pula program fisik pembangunan di tempat yang tengah menjalani program deradikalisasi. 

"Hal ini agar secara fisik mereka juga mendapat pelayanan sarana dan prasarana agar sejahtera," ujar Syafi'i.

Sementara itu talk show Ngopi Coi menghadirkan tiga pembicara yaitu Direktur Pencegahan BNPT RI, Khairul Ahmad Nur Wahid SE MM;  Ketua Dewan Pers 2016-2019 Yosep Adi Prasetyo; Kabid Media Massa, Hukum dan Humas FKPT NTB, Tony Edy Wibowo.  

Nur Wahid yang diberi kesempatan menyampaikan gagasannya menjelaskan, berdasarkan UU No. 5 Tahun 2018, terorisme merupakan segala tindakan atau perbuatan  yang menimbulkan  suasana teror secara luas dan masif  di masyarakat yang menimbulkan kerusakan fasilitas yang dilatarbelakangi oleh pihak tertentu  yang dilatarbelakangi oleh idiologi dan positif. 

"Radikalisme merupakan paham yang menuju fase terorisme,'' tandasnya.

Dijelaskannya, ada tiga cara dalam menanggulangi terorisme sesuai dengan amanat UU No. 5 tahun 2018, yaitu kesiagaan nasional, kontra radikalisme dan deradikalisasi. Deradikalisasi  merupakan pengembalian pemahaman seseorang yang sudah melakukan perbuatan dalam keadaan semula. 

''Radikalisme akar masalahnya  merupakan idiologi yang menyimpang. Setiap manusia memiliki potensi untuk terpapar dengan paham radikalisme. Bahkan paham radikalisme bisa tumbuh dan berkembang di aparatur TNI serta Polri.''

Lebih lanjut ia mengemukakan, kaum radikalisme  selalu membenturkan nilai agama dan negara. Pemahaman adikalisme tidak ada sangkut pautnya dengan agama.

''Terorisme yang selalu membawa  nama agama Islam selama ini merupakan fitnah, yang pada akhirnya menimbulkan Islam pobia. Berbagai kegiatan terorisme tidak  dilatarbelakangi oleh agama melainkan dilatarbelakangi oleh kepentingan politik,'' katanya.

Ia berharap melalui media sosial kita melakukan peran narasi dengan melawan ujaran kebencian dengan menebarkan  ahlaqul qorimah di media sosial.  Penerapan paham radikalisme dan terorisme dilakukan dari hulu hingga ke hilir dengan melibatkan semua elemen masyarakat.

Yosep Adi Prasetyo yang biasa dipanggil Stenley, menyatakan terorisme  yang diliput oleh media  yang tidak benar akan menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari. Terorisme tidak boleh diidentifikasi dengan agama sebab sebelum agama ada, teror itu sendiri sudah ada. Karenanya media harus cerdas dalam memberikan pemberitaan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat.

''Media jangan menyiarkan  pemberitaan yang akan menghalangi aparatur negara dalam melakukan pemberantasan terorisme.  Media merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memberikan peringatan dalam mencegah tumbuhnya bibit terorisme melalui kebencian masyarakat terhadap pemerintah. Dengan  informasi yang didapatkan oleh pemerintah melalui media, pemerintah dapat melakukan langkah preventif sehingga hal-hal tersebut tidak terjadi,'' paparnya.

Menurutnya, wartawan perlu  mengingatkan masyarakat  melalui pemberitaan bahwa terorisme ini adalah musum kita bersama. Terorisme perlu dilakukan pencegahan sedini mungkin, jangan sampai menunggu meledak dan menimbulkan banyak korban jiwa.

Sementara itu Tony Edy Wibowo menjelaskan, FKPT mengemban tugas untuk mengantisipasi  berbagai hal negatif  terkait idiologi, radikalisme dan terorisme di masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya untuk mencegah terorisme di wilayah NKRI, FKPT bersifat koordinatif dan nonpartisan, serta berperan sebagai perpanjangan tangan dari BNPT dan pemerintah daerah. 

Dikatakannya,  sebelum terjadinya Covid-19, FKPT NTB telah menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan terorisme, antara lain melakukan silaturahmi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB dan Badan Interlijen Nasional (BIN) Daerah.  Dalam pertemuan di dua lembaga ini, FKPT NTB banyak mendapatkan informasi dan sharing informasi cara penanggulangan terorisme.

Diluar itu, FKPT NTB  melalui lima bidang yang ada yaitu bidang Pemuda, Bidang Perempuan, Bidang Agama, Bidang Penelitian dan Bidang Media Massa, Hukum dan Humas mengadakan kegiatan masing-masing sesuai bidangnya dalam pencegahan terorisme.  Misalnya bidang Pemuda, menggelar kegiatan pembuatan video pendek untuk menggugah rasa nasionalisme. Begitu juga dengan Bidang Agama dan Bidang Perempuan, melakukan pendekatan dan sosialisasi  agar para pendidik dan perempuan ikut andil dalam memerangi radikalisme dan terorisme di NTB.

Untuk bidang penelitian, FKPT NTB menyelenggarakan survei nasional Khebinekaan dengan memberikan pelatihan pada para nerumator yang akan melakukan survei nasional. Sedang bidang Media Massa, menggelar kegiatan literasi informasi bagi aparat desa bertajuk Ngopi Coi'Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia'. (*)

Tags: